Minggu, November 18, 2007

Perlakuan Terhadap Harta Wakaf (2)

B. Mazhab Malikiyah

Pada prinsipnya, ulama Malikiyah melarang keras penggantian barang wakaf, namun mereka membolehkannya dalam kasus-kasus tertentu dengan membedakan antara barang bergerak dan tidak bergerak.

1. Mengganti Barang Wakaf yang Bergerak

- Pendapat masyhur memperbolehkannya dengan pertimbangan kemaslahatan dengan syarat barang wakaf yang akan diganti tersebut tidak bisa dimanfaatkan lagi.

- Ada juga yang tidak memperbolehkannya, seperti pendapat Sahnun.

2. Mengganti Barang Wakaf yang Tidak Bergerak

Ulama Malikiyah melarang keras penggantian barang wakaf tidak bergerak, kecuali keadaan darurat yang sangat jarang terjadi.

a. Masjid. Ulama Malikiyah melarang mutlak penjualan Masjid.

b. Selain masjid, seperti rumah dan toko.

- Barang wakaf tidak bergerak yang masih bisa dimanfaatkan tidak boleh dijual kecuali dalam keadaan darurat.

- Bila barang wakaf tak bergerak tersebut sudah tidak bermanfaat lagi tapi masih bisa bertahan (tidak rusak) dan di kemudian hari ada harapan akan bermanfaat lagi, maka tidak boleh dijual.

Bila tidak bisa bertahan atau tidak ada harapan manfaat lagi, maka ada dua pendapat, yaitu ada yang mutlak tidak memperbolehkan dan ada pula yang memperbolehkannya bila barang tersebut berada di luar kota.

C. Mazhab Syafi`i

Ulama syafi’iyah lebih menitikberatkan kepada kehati-hatian.

Ada dua kelompok yang berpendapat berkenaan dengan istibdal barang wakaf:

1. Kelompok yang melarang penjualan barang wakaf dan atau menggantinya. Barang tersebut harus dibiarkan dan dihabiskan manfaatnya.

BerBeriikut adalah pendapat ulama syafi’iyah mengenai harta wakaf:

a. Imam Syairozi mengatakan bahwa barang wakaf berupa masjid bila telah rusak maka tidak boleh di serahkan kembali kepada wakif, dan tidak boleh dijual.

b. Ulama lain berpendapat bahwa dilarang menjual barang wakaf apabila tidak ada cara lain untuk memanfaatkannya, selain dengan cara dikonsumsi sampai habis, walaupun sampai dijadikan kayu bakar.

c. Ada satu pendapat lemah –yang didukung oleh Ibn Al-Rif’ah- yang menyatakan bahwa barang wakaf itu menjadi milik penerima wakaf, sehingga ia berhak memanfaatkannya, tanpa berhak menjualnya atau menghibahkannya.

2. Kelompok yang memperbolehkan penjualan barang wakaf dengan alasan tidak mungkin dimanfaatkan seperti yang dikendaki si wakif.

a. Imam Syairozi mengatakan bahwa jika kita mengizinkan penjualan barang wakaf, maka nilai harganya harus disesuaikan dengan kondisi barang yang ada. Dan uangnya digunakan untuk membeli barang baru sebagai ganti. Dan ini hanya berlaku barang wakafnya adalah benda bergerak. Sedangkan barang tidak bergeraka tidak boleh dijual sama sekali.

b. Dalil yang melarang penjualan adalah:

- Hadits Rasulullah saw: “Tidak boleh dijual pokok (asli)-nya atau dibeli atau dihibahkan atau diwariskan.”

- Dalil logika: “Barang yang tidak boleh dijual –karena adanya manfaat yang dimilikinya-, berarti tidak boleh dijual meski terdapat kerusakan padanya.’

D. Mazhab Hambali

1. Ulama Hanabilah tidak membedakan antara barang bergerak dan tidak bergerak dalam penentuan hukum bolehnya menjual barang wakaf.

2. Jika barang wakaf rusak dan tidak menghasilkan apapun, maka barang tersebut boleh dijual dan hasilnya digunakan untuk membeli barang lain sebagai penggantinya.

Pandangan Ulama Hanabilah tentang Penjualan Masjid

1. Memperbolehkan penjualan barang wakaf berbentuk masjid, damn hasilny digunakan untuk membeli masjid baru. Ulama yang berpendapat seperti ini diantaranya adalah Ibn Qudamah.

2. Melarang penjualan barang wakaf berbentuk masjid.

Abu Bakar berkata: “Diriwayatkan dari Ali bin Said: “Masjid tidak boleh dijual. Yang dibolehkan hanya pemindahan perlengkapan yang t erdapat di dalamnya.

Dalil-dalil

1. Ijma: Diriwayatkan, Umar bin Khattab pernah menulis pesan kepada Sa’ad bin Abi Waqash: “Pindahkan Masjid yang terletak di wilayah Tamarin dan jadikanlah Baitul Mal yang menghadap arah kiblat, sebab dengan cara yang seperti itu masjid masih dapat digunakan untuk shalat.”

2. Logika. Penjualan atau penggantian barang wakaf dengan pertimbangan maslahat pada intinya dalah upaya memelihara barang wakaf tersebut, meski pemeliharaannya tidak tertuju pada barang wakaf yang asli.

Bats-batas Diperbolehkannya Penggantian dalam Mazhab Hambali

1. Hukum asal penjualan barang wakaf adalah haram.

2. Bila keadaan darurat, maka diperbolehkan.

3. Boleh menjual bagian wakaf yang rusak demi memperbaiki bagian yang lain.

4. Al-Mawardi berkata lain: “ Ini pendapat yang salah. Rasulullah telah bersabda: “Bentuk asli barang wakaf harus dipertahankan dan manfaatnya harus disedekahkan.”

Pihak yang Berhak Menjual dan Mengganti

1. Bila untuk kemaslahatan umum maka yang berhak adalah hakim.

2. Bila wakaf itu dutujukan untuk orang-orang tertentu, maka yang berhak adalah nazir dengan tetap meminta izin dari hakim.

E. Mazhab Syi’ah Ja’fariyah

1. Wakaf yang diperuntukkan demi kepentingan umum, seperti masjid, kuburan, sekolah bendungan dan sebagainya, tidak boleh dijual atau diganti secara mutlak, meski sampai mengalami kerusakan dan tidak bisa dimanfaatkan.

2. Wakaf yang diperuntukkan bagi pihak-pihak tertentu, jika masih bisa diperbaiki maka diperbaiki. Jika tidak, maka ada yang memperbolehkan menjualnya dan ada juga yang tidak memperbolehkannya. Tetapi pendapat yang paling unggul adalah yang tidak memperbolehkannya.

3. Penerima wakaf berhak menjual barang wakaf dalam kondisi-kondisi sebagai berikut:

a. Barang wakaf sudah rusak dan tidak mungkin diperbaiki seperti semula.

b. Barang wakaf tidak bisa dimanfaatkan karena rusak atau lainnya, atau manfaatnya tidak setara dengan barang sejenis.

c. Barang wakaf diperkirakan atau diyakini akan rusak bila dibiarkan.

d. Wakif mensyaratkan penjualan barang wakafnya bila terjadi sesuatu.

e. Terjadi perselisihan antara pemilik, pengelola atau penerima wakaf yang dikhawatirkan akan berimbas pada kerusakan pada barang wakaf tersebut, serta tidak ada jalan lain menghindarinya selain menjualnya.

2 Tamat

Tidak ada komentar: