Rabu, November 28, 2007

Pemahaman Masyarakat Indonesia Terhadap Wakaf


Sejak zaman dahulu, yaitu sejak sebelum Islam masuk ke Indonesia, semangat, peran dan fungsi wakaf (walaupun waktu itu namanya [mungkin] bukan wakaf) telah dipraktikkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Setelah Islam datang, ajaran tersebut tidak dihilangkan bahkan lebih disempurnakan lagi, karena ternyata ajaran sesuai dengan ajaran Islam. Bukan hanya itu, dalam kegiatan adat pun ajaran semisal wakaf ternyata diajarkan, dan huma serang (di Cibeo Banten) adalah salah satu contohnya.

Sesuatu yang menjadi lebih unik adalah bahwa muslim Indonesia berwakaf dalam bentuk yang berbeda-beda dan dengan nama yang berbeda pula. Ada yang berwakaf tanah, kebun, bangunan dan benda mati lainnya seperti mushaf Al-Qur’an, sajadah, dan lain sebagainya. Bukan hanya itu, istilah yang digunakan pun ternyata berbeda pula. Di Aceh disebut dengan wakeuh, di Gayo disebut dengan wokos, dan di Payakumbuh disebut dengan ibah.

Motivasi seseorang untuk berwakaf pun ternyata berbeda-beda. Paling tidak, ada dua motivator seseorang untuk berwakaf:

  1. Faktor ideologis. Wakaf adalah suatu ibadah yang dianjurkan oleh agama dan merupakan manipestasi dari keimanan seseorang. Dalam ajaran Islam, harta adalah asset yang diatur oleh pemiliknya, tidak malah sebaliknya, harta yang mengatur pemiliknya. Islam juga mengajarkan bahwa harta tidak dibenarkan hanya dikuasai oleh segelintir orang (Q.S. At-Taubah:103).
  2. Faktor sosial-ekonomis. Biasanya, zakat digunakan dalam hal-hal yang bersifat emergency dan kebutuhan dasar. Lalu bagaimana dengan pengembangan selanjutnya? Disinilah wakaf berperan. Ia menjadi modal untuk pengembangan dan mengatasi masalah sosial dan ekonomi kemasyarakatan.

Secara umum, pemahaman mayarakat muslim Indonesia terhadap wakaf banyak dipengaruhi oleh mazhab Syafiiyyah. Pemahaman tersebut antara lain:

  1. Wakaf dianggap cukup/sah dengan hanya ikrar lisani. Keluguan, kejujuran dan sikap saling percaya masyarakat Indonesia sangat berpengaruh dalam tata cara mereka berwakaf. Karena dasar itulah kebanyakan masyarakat muslim Indonesia menganggap cukup/sah wakafnya hanya dengan lisan saja tanpa ada hitam di atas putih, yang pada gilirannya menimbulkan persengketaan yang sulit dicari titik temunya.
  2. Hal lain yang sudah mereka fahami sejak dulu mengenai wakaf adalah bahwa wakaf harus memenuhi persyaratan antara lain:
    • Benda yang memiliki nilai guna. Tidak sah hukumnya berwakaf selain benda seperti hak-hak yang berkaitan dengan benda, seperti hak irigasi, hak pakai, dll.
    • Benda bergerak atau tidak bergerak yang kekal fungsi dan manfaatnya.
    • Benda yang diwakafkan harus jelas (tertentu ketika terjadi akad).
    • Benda yang akan diwakafkan berstatus al-milku at-tam dari si wakifnya.
  3. Kedudukan harta yang telah diwakafkan. Harta yang sudah diwakafkan sudah berubah kepemilikannya menjadi milik Allah dan umum, sehingga tidak dapat diperjual-belikan, diwariskan, digadaikan dan sebagainya.
  4. Maukuf alaih. Kebanyakan masyarakat muslim Indonesia berwakaf kepada:
    • Keluarga atau orang tertentu (wakaf ahli) yang ditunjuk wakif
    • Keagamaan atau kemasyarakatan (wakaf khairi)
  5. Boleh tidaknya menukar/menjual harta wakaf. Mayoritas wakif muslim Indonesia memegang teguh pendapat Imam Syafii yang tidak memperbolehkan penukaran harta wakaf dengan alasan apa pun.

Tidak ada komentar: