Rabu, November 07, 2007

SYARAT SYAH DITERIMANYA AMAL IBADAH



Ibadah secara umum adalah segala bentuk sesuatu yang diridhoi Allah SWT berupa perkataan, perbuatan atau pun gerakan hati yang dhohir dan yang batin. Para Ulama Ahlus Sunnah membagi Ibadah menjadi 2 macam :

1. Ibadah Mahdhoh, sifat dari ibadah ini adalah:
a. Ibadah ini hanya dilakukan oleh kaum Muslimin;
b. Terkadang tidak bisa dicerna oleh akal;
c. Sebagian besar manfaatnya Insya Allah nanti di akhirat.

Hukum asal Ibadah Mahdhoh adalah haram dikerjakan kecuali ada dalil yang menetapkan (memerintahkan) atau menghalalkan, seperti Sholat, wudhu, Thowaf, Puasa, Melempar Jumroh, dll.

2. Ibadah Ghoiru Mahdhoh/Muamalat, hukum asal Ibadah ini adalah Halal dikerjakan kecuali ada dalil yan mengharamkan, seperti menolong orang, berdagang, bekerja, dll.

Allah berfirman dalam surat Al-Kahfi ayat 110, yang artinya :
"Barang siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Robbnya, maka hendaklah ia beramal yang sholih dan jangan mempersekutukan Allah dengan seorangpun didalam beribadah kepada Robbnya."

Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa, lafadz dari "hendaklah ia beramal yang sholih", maksudnya ialah amal yang sesuai dengan Syar'i. Sedangkan lafadz "Janganlah mempersekutukan Allah dengan seorangpun didalam beribah kepada Robbnya" adalah bahwa kita beramal hanya mengharapkan wajah Allah saja dan tidak dengan yang lain.

Kedua hal tersebut merupakan rukun amal yang diterima, maka syarat syah diterimanya amal ada 2, yaitu:

1. Ikhlas

Artinya sesuatu amal yang dimaksudkan untuk mencari ridho Allah, bukan yang lain dan juga merupakan pengalaman dari syahadat Laa Illaha Illallah. Ikhlas ini tidak tergambar wujudnya kecuali dengan niat, sedang niat letaknya di hati.

Dari Umar bin Khottob dia berkata, aku mendengar Rasululloh bersabda: "Amal itu hanya tergantung pada niatnya, dan seseorang akan memperoleh apa yang ia niatkan, dan barang siapa hijrah karena Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasulnya dan barang siapa hijrahnya karena dunia yang diraihnya atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya kepada apa yang dia niatkan." (Hadits Riwayat Bukhori - Muslim).

Jadi yang diharuskan berniat karena Allah sebelum berbuat adalah dalam Ibadah Mahdhoh, adapun Ibadah Ghoiru Mahdhoh/Muamalat tetap dianggap kebaikan meskipun seolah-olah tidak berniat karena Allah, seperti bekerja supaya mendapatkan uang, membersihkan rumah dengan niat bersih saja, yang penting tidak riya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali di dalam kitab Bahjatunnadzirin.

2. I T T I B A ' (Mengikuti Rasulullah)

Telah dijelaskan di atas dalam surat Al-Kahfi, bahwa yang dimaksud amal yang sholih adalah suatu amal yang dikerjakan sesuai dengan Syariat Allah yang dibawa oleh Rasulullah, yaitu yang sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Mengikuti Sunnah Nabi dalam beribadah merupakan bentuk pengamalan dari Syahadat Muhammad Rasulullah yaitu mentaati perintahnya, membenarkan ucapannya, menjauhi larangannya, dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang disyariatkan (Kitab Tauhid I Bab Syahadat, Syaikh Sholih bin Fauzan Al Fauzan).

Allah berfirman dalam surat Al-Baqoroh:147, artinya: "Al Hak (Kebenaran)
itu adalah yang datang dari Robb (Tuhan)-Mu, maka janganlah kamu jadi
orang yang ragu."

Dalam ayat lain, Al-Hasyr:7, Allah SWT berfirman yang artinya: "Apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka ambillah, dan apa-apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah."

Dua ayat di atas menjelaskan bahwa kebenaran itu datangnya dari Allah dan rasulnya, bukan dari siapa-siapa. Bukan dari Ustadz, Kyai, Habib, dll. Jadi, apa yang datang dari Rasulullah adalah wahyu dari Allah, karena Rasulullah adalah orang yang Ma'shum (terjaga dari kesalahan, jika beliau salah ucap, pasti ayat turun sebagai tegoran), maka apa yang Rasulullah ucapkan itu juga Al-Haq (kebenaran). Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat An-Najm ayat 3-4 yang artinya: "Tidaklah yang dia ucapkan itu mengikuti hawa nafsunya, melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya."

Dari Aisyah ia berkata, Rasulullah bersabda: "Barang siapa yang mengada-ada sesuatu dalam agama kami yang bukan termasuk darinya, maka ia tertolak." (Mutafaqun Alaihi).

Hadits ini merupakan kaidah penting yang membatalkan segala bentuk Bid'ah. Jadi, barang siapa saja yang mengadakan dalam agama ini sesuatu yang bukan darinya (dari Nabi) maka ditolak. Meskipun dia melakukannya dengan niat yang baik, tetap saja Allah tidak menerimanya karena Allah tidak akan menerima dari Agama ini melainkan apa yang Allah telah syariatkan.

Berdasarkan beberapa dalil di atas, dapat disimpulkan bahwa Niat yang Ikhlas dan berdasarkan Syariat (Qur'an dan Sunnah) keduanya selalu beriringan dan satu kesatuan. Jadi, jika kita beramal mempunyai Niat yang Ikhlas tapi tidak sesuai dengan yang diajarkan/mengikuti Allah dan Rasulnya maka amal itu ditolak, begitu juga sebaliknya, yang dikerjakannya sudah sesuai dengan Syariat tapi niatnya tidak ikhlas tapi karena riya, maka amalannya ditolak.

Wallahu a'lam bish-showab.

Tidak ada komentar: